Mungkin banyak para pendaki gunung di Indonesia sudah pernah
menapakkan jejak sepatu dan kakinya di banyak puncak-puncak
gunung,. Baik puncak-puncak gunung yang berada di dalam negeri
atau pun yang terletak jauh di berbagai negara di luar negeri.
Pasti terdapat perbedaan yang sangat banyak antara karakter,
situasi dan kondisi, iklim, sifat-sifat medan, cuaca dan tingkat-
tingkat kesulitannya. Yang sudah pasti para pendaki akan
menggunakan teknik / strategi dan klasifikasi pendakian yang
berbeda-beda pula.
Pada setiap jenis pendakian pasti akan terdapat kesulitan yang
berbeda-beda, tergantung dari pengembangan teknik-teknik
terbaru. Mereka yang sering berlatih akan memiliki tingkat
kesulitan / grade yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang
baru berlatih.
berasumsi atau berpendapat bahwa tidak ada yang berbeda antara
mendaki Puncak MT Everest ( Himalaya) dengan mendaki gunung
Salak di bogor. Keduanya sama-sama menggunakan kaki untuk
mendaki dengan berbagai peralatan pendakian seperti carrier,
sleeping bag dll.
Sesungguhnya banyak sekali perbedaan diantara 2 bentuk
pendakian tersebut, Dan karena perbedaan inilah maka teknik yang
digunakannya pun juga berbeda. Teknik & sistem pendakian, dalam
banyak hal dibagi menjadi dua bagian yakni :
1. HIMALAYAN TACTIC
Adalah teknik atau sistem pendakian yang digunakan untuk
perjalanan pendakian panjang, memakan waktu berminggu-minggu.
Teknik ini berkembang pada pendakian ke puncak-puncak di
pegunungan Himalaya. Kerjasama kelompok dalam teknik ini terbagi
dalam beberapa tempat peristirahatan (misalnya : base camp,
flying camp, dll). Walaupun hanya satu anggota tim yang berhasil
mencapai puncak, sedangkan anggota tim lainnya hanya sebagai
team pendukung yang Cuma sampai di tengah perjalanan, maka
pendakian ini bisa dikategorikan sukses.
2. ALPINE TACTIC
Adalah teknik pendakian yang berkembang di pegunungan Alpen.
Tujuannya agar semua pendaki mencapai puncak bersama-sama.
Teknik ini lebih cepat, karena pendaki tidak perlu kembali ke base
camp, perjalanan dilakukan secara bersama-sama dengan cara
terus naik dan membuka flying camp sampai ke puncak.
Kedua teknik ini bisa digunakan dalam pendakian di gunung-gunung
Indonesia. Namun Hampir semua gunung di Indonesia yang lebih
mendominasi adalah penggunaan Teknik Alpine Tactic. Sementara
Himalayan Tactic bisa diterapkan di Pegunungan Jaya Wijaya
( Cartentz Pyramid ).
berdasarkan Sierra Club dan tingkat kesulitan :
- Tingkat 1 : berjalan tegak, tidak diperlukan perlengkapan kaki khusus (walking).
- Tingkat 2 : medan agak sulit, sehingga perlengkapan kaki yang memadai dan penggunaan tangan sebagai pembantu keseimbangan sangat dibutuhkan (scrambling).
- Tingkat 3 : medan semakin sulit, sehingga dibutuhkan teknik pendakian tertentu, tetapi tali pengaman belum diperlukan (climbing).
- Tingkat 4 : kesulitan bertambah, dibutuhkan tali pengaman dan piton untuk anchor/penambat (exposed climbing).
- Tingkat 5 : rute yang dilalui sulit, namun peralatan (tali, sling, piton dll), masih berfungsi sebagai alat pengaman (difficult free climbing).
- Tingkat 6 : tebing tidak lagi memberikan pegangan, celah rongga atau gaya geser yang diperlukan untuk memanjat. Pendakian sepenuhnya bergantung pada peralatan (aid climbing).